Sebelum optika kuantum menjadi
penting, dasarnya terdiri dari aplikasi elektromagnetik klasik dan pendekatan
frekuensi tinggi untuk cahaya. Optik klasik terbagi menjadi dua cabang utama: optika
geometris dan optika fisis.
Optika
geometris, atau optika sinar,
menjelaskan propagasi cahaya dalam bentuk "sinar". Sinar
dibelokkan di antarmuka
antara dua medium yang berbeda, dan dapat berbentuk kurva di dalam medium yang
mana indeks-refraksinya merupakan fungsi dari posisi. "Sinar" dalam
optik geometris merupakan objek abstrak, atau "instrumen", yang
sejajar dengan muka gelombang dari gelombang
optis sebenarnya. Optik geometris
menyediakan aturan untuk penyebaran sinar ini melalui sistem
optis, yang menunjukkan bagaimana sebenarnya muka gelombang akan menyebar. Ini
adalah penyederhanaan optik yang signifikan, dan gagal untuk memperhitungkan
banyak efek optis penting seperti difraksi
dan polarisasi.
Namun hal ini merupakan pendekatan yang baik, jika panjang gelombang
cahaya tersebut sangat kecil dibandingkan dengan ukuran struktur
yang berinteraksi dengannya. Optik geometris dapat digunakan untuk menjelaskan
aspek geometris dari penggambaran cahaya (imaging), termasuk aberasi optis.
Optika fisis atau optika gelombang membentuk
prinsip
Huygens dan memodelkan propagasi dari muka
gelombang kompleks melalui sistem optis, termasuk amplitudo
dan fase
dari gelombang.
Teknik ini, yang biasanya diterapkan secara numerik pada komputer, dapat
menghitung efek difraksi,
interferensi,
polarisasi,
serta efek kompleks lain. Akan tetapi pada umumnya aproksimasi masih digunakan,
sehingga tidak secara lengkap memodelkan teori gelombang elektromagnetik dari propagasi cahaya. Model
lengkap tersebut jauh lebih menuntut komputasi, akan tetapi dapat digunakan
untuk memecahkan permasalahan kecil yang memerlukan pemecahan lebih akurat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar